Pasar Extreme Tomohon, Semua yang Berkaki Dimakan
Mobil elp yang kami tumpangi melaju meninggalkan
Gunung Mahawu. Kami turun gunung menuju destinasi selanjutnya, yaitu Pasar Beriman
Tomohon. 15 menit perjalanan melewati jalan khas pegunungan, kami akhirnya
sampai di pasar yang biasa disebut sebagai Pasar Extreme ini. Ketika turun dari
mobil, saya melihat suasana pasar layaknya pasar tradisional pada umumnya. Orang-orang
di sana menjual berbagai dagangan seperti sembako, sayur-mayur, buah-buahan,
ikan dan daging. Nggak ada bedanya sama pasar-pasar lainnya.
Kami berjalan menyusuri sudut-sudut pasar hingga
menemukan persimpangan yang terdapat sebuah plang bertuliskan “Pasar Extreme”. Saya
penasaran, seperti apa sebenarnya kondisi pasar extreme tersebut. Saat saya
memasuki area itu, ternyata di situ adalah lokasi orang berjualan daging. Namun
yang membuat saya tercengang, daging yang dijual di sana bukanlah daging hewan
yang lazim diperdagangkan di pasar Indonesia kebanyakan.
Emang sih ada juga daging sapi, kambing atau ayam
yang dijual. Tapi yang menjadi daya tarik adalah daging-daging seperti anjing,
kucing, babi hutan, paniki (kelelawar), ular piton, tikus sawah ekor putih,
hingga Yaki (monyet khas Sulawesi Utara) yang dijual secara bebas di pasar ini.
Saya jadi ingat yang dibilang Bang Bui saat kami makan sehari sebelumnya,
dia berkata “Di Manado, semua yang berkaki dimakan kecuali meja sama kursi”.
Saya percaya dengannya setelah melihat hewan-hewan tersebut dijadikan bahan
makanan.
Tikus Sawah Ekor Putih
Paniki atau kelelawar
Daging anjing dan kucing dijual secara utuh dengan
kondisi yang sudah dibakar. Hewan-hewan tersebut dieksekusi dengan cara diikat
lehernya kemudian dipukul kepalanya sampai mati, baru setelah itu dibakar. Untuk
tikus sawah ekor putih, sebelum dibakar tubuhnya ditusuk terlebih dahulu. Jadi
seperti sate tikus, tapi dengan kondisi utuh. Lalu bagian ekornya tidak ikut
dibakar karena untuk menandakan bahwa itu adalah tikus ekor putih, bukan tikus
rumahan seperti si Jerry. Sedangkan si batman alias paniki dijual terpisah antara
badan dengan sayapnya.
Anjing
Kucing
Saya sempat melihat beberapa anjing hidup yang dikurung
di dalam kandang, anjing-anjing tersebut memasang ekspresi ketakutan. Sepertinya
mereka tahu, bahwa mereka tinggal menunggu giliran saja untuk dieksekusi.
Hewan-hewan yang tidak lazim dijual tersebut nggak setiap hari bisa ditemukan
di pasar. Seperti babi hutan dan yaki, saya tidak menemukannya ketika ke sana.
Yang memprihatinkan waktu saya mendengar cerita dari Bang Arlen kalau kucing di
sana udah jarang ditemukan, mungkin akibat terlalu sering dijadikan santapan
orang Manado. Padahal, mereka adalah hewan yang lucu. Nggak kebayang kalau sampai
dijadikan menu makan malam.
Ular piton
Anjing yang siap dieksekusi
Setelah puas (atau lebih tepatnya nggak tahan)
berkeliling di Pasar Extreme, kami sarapan di warung makan di daerah Wakeke.
Untungnya saya nggak kehilangan selera makan, sehingga saya bisa makan Bubur
Tinutuan khas Manado. Bubur ini terbuat dari bahan-bahan seperti beras, jagung,
labu dan sayuran lainnya. Rasanya nggak jauh beda dengan bubur pada umumnya.
Namun terasa lebih khas karena ada rasa manis dari jagung mudanya.
Bubur Tinutuan
Kemudian kami kembali ke penginapan untuk istirahat
sejenak. Rencananya kami akan melakukan canyoning di air terjun Tinoor.
Canyoning sendiri seperti Rappeling yaitu menuruni tebing menggunakan teknik
descending pada seutas tali kernmantel. Bedanya kalau Canyoning menuruni air
terjun. Tentunya akan lebih menantang dibanding rappeling. Karena selain harus
fokus turun, pastinya akan semakin sulit karena bakal dihujam oleh air terjun.
Setibanya di penginapan, Bang Ian memberitahukan
kalau jam 12 kami harus sudah check out. Masih ada waktu beberapa jam untuk
tidur. Dan sekalinya merem, saya baru bangun saat tinggal beberapa menit lagi sebelum
jam 12. Saat bangun, saya melihat Dena masih jongjon. Di grup WA juga belum ada
yang nyuruh kumpul. Saat lihat keluar, ternyata hujan deras. Roman-romannya ini
bakal nggak jadi canyoning. Padahal udah kepengen banget.
Kemudian jam 12.30, barulah Bang Ian ngechat di grup
untuk siap-siap berangkat. Ketika kami sudah berkumpul semua, dia kasih tahu
kalau canyoning dibatalkan. Bingo! Firasat saya menjadi kenyataan. Hujan deras
selama berjam-jam membuat aliran air terjun menjadi sangat deras dan berbahaya
untuk melakukan canyoning. Walhasil, agenda kami batal dan menjadi lowong. Lalu
kami rembukan dan memutuskan untuk menonton film Captain America: Civil War di
bioskop. Baliknya ada kejadian konyol. Waktu mau keluar mall, kami semua
kehilangan arah alias nyasar. Sampai-sampai kami baca peta, tapi tetep nggak
ketemu. Gara-gara hal itu muncul lelucon kalau kami yang notabene kebanyakan
pendaki gunung, nggak pernah tuh kesasar waktu di hutan, eh giliran di mall
malah pada bingung nyari jalan. Emang dasar anak gunung. Setelah menemukan jalan
keluar, kami akhirnya bisa pulang dan balik ke penginapan.
Baca peta, tapi tetep nyasar
Aku kmrn cuman lewat depan pasar itu aja
BalasHapusGa tega mau masuk, apalagi ngefoto :|
iya mbak, lebih baik nggak masuk kalau nggak tegaan.
Hapusdaripada nyesel nantinya