Lambosir, Dulu dan Kini
Lambosir,
sebuah bukit di lereng Gunung Ciremai. Dulu, bukit ini menjadi tempat favorit
hiking saya. Pertama kali kesana saat saya masih SD, saya lupa kelas berapa.
Pokoknya saat masih bocah, tapi nggak ingusan. Saat itu saya diajak oleh kakak laki-laki saya, Yuri.
Dia yang kala itu masih SMA, bersama teman-temannya berencana hiking ke
Lambosir. Sebuah tempat yang masih asing di telinga saya.
Ketika itu
kami berangkat naik angkutan Desa Cilimus – Linggajati, dan turun di Desa
Setianegara. Lalu perjalanan dilanjut dengan berjalan kaki. Diawali dengan
melewati perkampungan Desa Setianegara, lalu kami mulai memasuki kawasan hutan
yang lumayan rapat vegetasinya. Tapi nggak lama, medan berubah menjadi sangat
terbuka. Mulai dari situ pemandangan menjadi menarik, saya jadi tambah semangat. Ini pertama
kalinya saya ke gunung, yah meskipun cuma ke bukit.
Disepanjang perjalanan saya
melihat banyak rumput ilalang yang tumbuh lebih tinggi dari badan saya. Kalau
di sawah dekat rumah, rumput ilalangnya pendek-pendek, nggak ada yang sampai setinggi saya. Saya benar-benar excited! Saya nggak merasa capek, biarpun itu hiking pertama saya. Yang ada saya malah
senang bukan kepalang bisa lihat keindahan alam disana. Pengalaman baru bagi saya.
Kemudian ditengah perjalanan, kami terpisah menjadi 2 kelompok. Saya, Yuri dan Aldi
mengikuti jalan setapak yang udah ada. Sedangkan yang lain nyoba-nyoba jalan
lain, jalan lewat situ lebih cepat katanya. Jalan pintas. Lalu siapa yang sampai
duluan? Kami. Mereka yang katanya lewat jalan pintas malah belum kelihatan
batang idungnya satu orang pun.
Dulu di
bukit lambosir nggak ada apa-apa, cuma ada sebuah tower, bukan tower ranger ya. Pemandangan
disitu keren abis. Disekitarnya juga masih rimbun oleh semak-semak dan pepohonan
yang nggak terlalu tinggi. Lalu kami naik ke tower, supaya dapat sudut pandang
yang lebih luas. Apa yang kami lihat? Panorama alam yang sungguh luar biasa keren. Hijaunya alam membuat mata jadi seger. Gunung Ciremai terlihat menjulang tinggi dengan gagahnya. Di kejauhan, rumah-rumah terlihat sangat kecil.
Gunung Ciremai
Panorama dari
bukit, hijau
Selain itu
kami lihat ada sesuatu yang gerak-gerak gitu di semak-semak. Kami kira apaan, ternyata itu teman-teman kami yang lewat jalan pintas, mereka nyasar. Kukurusukan ke semak-semak gitu. Jalan setapak yang mereka lewati itu nggak
panjang, berganti jadi semak belukar. Untungnya kami bisa melihat mereka
dengan jelas. Dari atas tower kami berteriak mengarahkan mereka supaya sampai
di Lambosir.
Ini kesan
pertama saya pada dunia hiking. Seru, asyik, menyenangkan pokoknya deh,
meskipun capek-capek dikit tapi terbayar dengan rasa takjub akan keindahan panoramanya.
Sedangkan kesan pertama saya terhadap Lambosir, tempat yang keren abis, sepi nan
menentramkan jiwa. Udaranya juga sejuk-sejuk seger khas Gunung Ciremai.
Beberapa
tahun setelah itu, saya nggak pernah main-main lagi ke Lambosir. Masalahnya hiking
aja nggak pernah. Apalagi setelah Yuri kuliah di luar kota, nggak ada yang
ngajak. Temen sehobi juga nggak punya.
Sampai
akhirnya saat masuk SMA, saya seperti menemukan kembali jiwa petualang saya yang lama tertidur. Saya menemukan 2 teman sehobi, Heri dan Haryanto. Bersama mereka
kami sering ngebolang di sekitaran lereng gunung ciremai. Termasuk Lambosir.
Ya, setelah sekian lama akhirnya saya bisa kembali kesana.
Nggak
banyak yang berubah dari bukit itu. Suasananya tetap sepi, nggak ada orang. Cocok banget
emang buat nyari ketenangan. Yang berubah adalah tower, towernya
rusak. Lalu ada sebuah bangunan yang masih dalam proses pembangunan. Saya
nggak tau itu bangunan untuk apa.
Pondoknya saat sudah rampung
Pernah saya
kesana saat kondisinya abis kebakaran. Sangat memprihatinkan, sepanjang jalan beberapa
ratus meter sebelumnya hangus terbakar. Lalu di kejauhan dari Lambosir,
terlihat jelas api sangat besar yang masih melalap hutan Ciremai. Ngeri. Daerah situ memang rawan kebakaran saat musim kemarau.
Setelah
lulus SMA, saya nggak pernah lagi hiking ke Lambosir. Sampai akhirnya bulan
Juli tahun lalu saya melihat di instagram, ada orang foto di Lambosir. Lalu saya iseng-iseng cari, ternyata banyak banget orang yang foto-foto di Lambosir.
Saya kaget, mulut saya menganga, idung saya kembang kempis. Lambosir jadi ngehits gitu.
Batu yang
biasa di pake foto
Tempatnya terbuka
sekali
Mumpung
lagi liburan di rumah, saya main kesana. Ternyata untuk menuju kesana saat ini
bisa pake kendaraan. Bukan cuma motor, mobil juga bisa. Saat saya sampai
disana, kondisinya udah beda banget. Bangunan yang dulu belum jadi itu ternyata
sebuah pondok, yang biasanya digunakan sebagai tempat bagi pihak dari pengelola
yang berjaga. Tapi bisa juga dipake wisatawan untuk sekedar duduk-duduk,
ngopi-ngopi ataupun molor.
Suasananya
juga rame, banyak orang yang main kesitu. Lambosir kini jadi tempat eko-wisata
dan eko-pendidikan. Di sekitarnya ada persemaian dan penanaman bermacam-macam
bibit pohon. Jenis pohonnya sendiri adalah tanaman endemik Gunung Ciremai.
Lagi pada
selfie
Persemaian
bibit tanaman
Saya
ingat-ingat saat pertama kali ke Lambosir, kondisinya udah beda 180 derajat. Dulu
bukit ini sepi banget, tiap kali kesana pasti nggak ada orang lain. Kalau sekarang mah rame. Terus kalau mau kesana sekarang jadi praktis sih,
bisa naik motor, nggak capek. Tapi tetep aja lebih seru trekking. Pan kalau
naik motor mah bukan hiking namanya. Lalu yang beda lagi adalah kalau kesana
harus bayar, ditarik tiket masuk. Dulu mah boro-boro, ada orang juga nggak.
Saya sempat
terlintas di pikiran, kalau Lambosir dibuat seperti ini takutnya alam Lambosir
nanti rusak. Kayak tempat wisata alam lain di Indonesia yang nggak terjaga. Biasa,
masalah sampah. Nggak masalah sebenernya. Dengan kondisi seperti sekarang, orang-orang jadi bisa menikmati
alam di Bukit Lambosir dengan akses dan fasilitas yang memadai.
Emang sih
ada penjaganya disitu yang ngawasin wisatawan, mereka juga yang jaga dan
bersihin kalau ada sampah berserakan dari wisatawan yang nggak bertanggung
jawab. Tapi tetep aja, yang kayak gitu harus dari diri sendiri. Harus ada
kesadaran. Kalau berkunjung ke alam jangan cuma menikmatinya saja, tapi
harus melestarikannya juga.
Yah, semoga
saja wisatawan yang datang bisa bersikap santun. Semoga bisa melestarikannya
sehingga generasi selanjutnya tetap bisa menikmati keindahan alam di Bukit Lambosir
ini. Supaya keindahannya nggak hilang. Dengan kondisi seperti ini saja saya udah
kehilangan sesuatu dari Lambosir, yaitu sepi.
Gaya dikit
0 comments: