Meraih Atap Jawa Tengah, Gunung Slamet
Dengan ketinggian 3248 mdpl, Gunung Slamet jadi yang
tertinggi di Jawa Tengah dan ke-2 di Pulau Jawa, setelah Semeru.
Pendakian ke Gunung Slamet ini saya bareng temen dapet dari website. Saya panggil dia Bang Andi,
yang berawal dari postingannya di forum Backpacker Indonesia (BPI) yang ngajak ndaki Gunung Slamet. Saya tertarik dan join dengannya.
Kali ini peralatan yang saya bawa udah diupgrade dari pendakian sebelumnya ke Ciremai meski sebagian besar warisan dari kakak saya. Kalau dulu daypack sekarang carier, dulu sepatu untuk sekolah yang akhirnya riwayatnya tamat (baca: jebol) sekarang sepatu gunung. Nggak mau deh saya nyeker lagi kayak saat di Ciremai. Tersiksa!
Kali ini peralatan yang saya bawa udah diupgrade dari pendakian sebelumnya ke Ciremai meski sebagian besar warisan dari kakak saya. Kalau dulu daypack sekarang carier, dulu sepatu untuk sekolah yang akhirnya riwayatnya tamat (baca: jebol) sekarang sepatu gunung. Nggak mau deh saya nyeker lagi kayak saat di Ciremai. Tersiksa!
Saya dan Bang Andi udah janjian sebelumnya. Kami tetapkan terminal Purwokerto sebagai meeting point. Saya berangkat dari
Bandung naik bus, Bang Andi bareng tunangannya yaitu Mbak Nona berangkat numpak
kereta dari Jakarta, sedangkan 7 orang lainnya (temen Bang Andi) naik bus dari
Jakarta juga. Tapi pada akhirnya kami nggak ndaki bareng 7 orang itu, soalnya
mereka nggak sampai-sampai ke Purwokerto sesuai perjanjian. Akhirnya saya jadi 'obat nyamuk', ndaki
bareng sepasang tunangan. Sorry yaa Bang, Mbak kalian jadi nggak bisa ndaki
berduaan! Nggak boleh Bang! Hahaha *evil laugh*
Berangkat ba’da maghrib, saya baru sampai di
Purwokerto jam 3 dini hari. Sambil nunggu Bang Andi jemput, saya ngopi dulu di
warung sambil nonton bola. Saat itu pertandingan Final Copa Del Rey antara
Real Madrid vs Atletico Madrid, kedudukan 1-0 untuk keunggulan Real Madrid. Eh, baru nonton sebentar si Falcao ngegolin, imbang deh 1-1. Kezel banget, bikin mood rusak aja.
Lalu nggak lama Bang Andi jemput sama temennya Bang Eko yang emang tinggal di Purwokerto. Kami pergi ke tempat kerja Bang Eko di Ganesha Operation untuk istirahat sebentar, molooor.
Lalu nggak lama Bang Andi jemput sama temennya Bang Eko yang emang tinggal di Purwokerto. Kami pergi ke tempat kerja Bang Eko di Ganesha Operation untuk istirahat sebentar, molooor.
Lagi enak tidur, alarm hp bunyi keras banget. Dengan
berat hati saya bangun dari molor yang nikmat itu. Lalu kami shalat Subuh dulu dan bergegas berangkat ke Desa Bambangan diantar Bang Eko dengan mobil Grand
Max warna silvernya. Perjalanannya lama juga, 2 jam berlalu kami baru sampai di Desa
Bambangan, titik awal pendakian kami. Desa ini berada di dataran yang cukup
tinggi, Puncak Slamet kelihatan deket banget. Puncaknya terlihat berwarna merah. Karena bebatuan di sekitar puncak emang warna merah. Saya jadi nggak sabar ndaki!
Slamet dari Desa
Bambangan
Bang Eko yang cuma
nganter pamit pulang, nggak lupa dong kami ucapin thank you Abang udah nganter. Kemudian
kami mengurus simaksi gitu deh. Dan tau nggak? Ternyata banyak pendaki
karena kebetulan kami ndaki bareng sama kegiatan bersih gunung yang diadain
Ranger setempat. Rame banget!
Sekitar jam 8 pagi kami mulai ndaki. Perjalanan awal
kami lewat ladang milik warga Desa Bambangan dengan medan yang relatif datar.
Lalu memasuki area yang didominasi pohon Cemara, jalannya udah mulai nanjak
gitu. Saya bahkan ketinggalan beberapa kali dari Bang Andi saking lambannya.
Udah bagai kura-kura aja lagi kayak saat di Ciremai, kali ini bukan daypack
tapi carier. Lebih menyiksa!
Kira-kira 2 jam, saya tiba di pos 1. Saya nyari lapak
untuk istirahat, soalnya lumayan rame juga di situ. Ada pondok yang cukup luas untuk istirahat pendaki, tapi penuh. Sambil nyari-nyari
Bang Andi sama Mbak Nona, eh tapi nggak ada!
Selepas pos 1, isinya hutan, vegetasinya rapat.
Jalur yang begini mengingatkan saya sama jalur Linggajati Ciremai, mana
jalannya nanjak terus, mirip sudah. Dari awal cuaca aman-aman aja. Tapi baru
beberapa menit jalan ninggalin pos 3, hujan deras turun! Sontak saya langsung
pakai raincoat, begitu juga dengan pendaki lain. Saya lanjutin perjalanan meski
diguyur hujan.
Nggak sampai 10 menit, saya ketemu sama Bang Andi dan
Mbak Nona yang lagi sembunyi dari hujan di balik flysheet, saya ikut sembunyi di situ. Hehehe!
Niatnya nunggu hujan reda baru lanjut, jadilah kami semua ketiduran saking ngantuknya. Sejam berlalu, eh hujan tinggal gerimis aje. Kami putuskan untuk lanjut dan 15 menit kemudian sampai di pos 4. Pos ini bernama Samarantu, singkatan dari samar-samar hantu! Dinamain gitu katanya karena hantunya samar-samar. Kami nggak istirahat disini soalnya takut, eh bukan, karena belum ngerasa capek aja. Serius! #kamitidaktakut
Niatnya nunggu hujan reda baru lanjut, jadilah kami semua ketiduran saking ngantuknya. Sejam berlalu, eh hujan tinggal gerimis aje. Kami putuskan untuk lanjut dan 15 menit kemudian sampai di pos 4. Pos ini bernama Samarantu, singkatan dari samar-samar hantu! Dinamain gitu katanya karena hantunya samar-samar. Kami nggak istirahat disini soalnya takut, eh bukan, karena belum ngerasa capek aja. Serius! #kamitidaktakut
Akhirnya setelah cukup lama berjalan, kami sampai di pos
5 alias pos Mata Air ketika waktu nunjukkin jam 3 sore. Karena masih gerimis,
kami nunggu bener-bener reda dulu di dalam pondok sebelum mendirikan tenda. Tapi
begitu reda kami harus cepet-cepetan cari lapak untuk mendirikan tenda, secara banyak pendaki yang mau ngecamp juga di pos 5.
Pos 5 Mata Air
Setelah hujan reda, kami berhasil dapet lapak. Yeah! Mendirikan
tenda, masak dan makan jadi aktivitas kami selanjutnya, nggak lupa juga kami
melaksanakan ibadah shalat. Jangan sampai ditinggal. Langit udah mulai gelap dan suhu mulai terasa
dingin. Saya dan Bang Andi sempet gabung sama pendaki lain di deket perapian,
kami pun ngobrol-ngobrol sebentar sambil menghangatkan diri. Tapi nggak lama, setelah itu saya
tidur karena udah capek banget dan besok waktunya summit attack.
Jam 3 dini hari kami ber-3 bangun lalu siap-siap untuk
summit attack. Langitnya cerah yang bikin bintang-bintang berkilauan, banyak
banget. Perjalanan kerasa cepet, 30 menit berjalan kami udah sampai lagi di pos
7. Di pos 7 juga ada pondok dan banyak juga yang ngecamp disitu.
Selepas Subuh, kemerah-merahan sinar matahari mulai tampak di kegelapan. Dari pos 8 sampe pos 9 vegetasinya banyak ditumbuhi edelweiss, mana udah pada mekar. Cantik!
Selepas Subuh, kemerah-merahan sinar matahari mulai tampak di kegelapan. Dari pos 8 sampe pos 9 vegetasinya banyak ditumbuhi edelweiss, mana udah pada mekar. Cantik!
Sindoro – Sumbing
Ini yang nggak saya dapet saat ndaki Ciremai, selepas
pos 9 atau disebut Plawangan adalah batas vegetasi. Pepohonan bakal diganti
oleh medan bebatuan berpasir, banyak batunya warna merah pula. Puncak Slamet
udah deket banget cuma beberapa menit paling sampai, itu yang ada di pikiran saya.
Eh nyatanya sejam lebih saya baru sampai pucuk! Moment sunrise pun saya
dapat saat masih ndaki, tepat di depan saya kalau ngebelakangin puncak.
Di puncak pemandangannya keren abis! Di sebelah barat,
kelihatan Gunung Ciremai! Dulu saya bisa lihat Slamet dari Puncak Ciremai,
sekarang kebalikannya, hehe. Si kembar Gunung Sindoro dan Sumbing juga kelihatan
di sebelah timur. Gunung Slamet ini begitu sampai puncak nggak bisa langsung
lihat kawahnya, soalnya harus jalan dulu lumayan jauh, dan itu yang membuat kami
nggak kesana. Iya jujur, saya malas.
Kaldera Slamet
Jadilah kami hanya di puncaknya aja, makan perbekalan
yang kami bawa sambil ngobrol-ngobrol dengan sesama pendaki. Tentunya kami nggak
lupa untuk mengabadikan momen ini. Nggak lama kami di puncak. Soalnya Bang Andi mau ngejar jadwal kereta untuk dia pulang, begitu juga saya yang ngejar jadwal pesawat. Duh duit darimana, Ham. Naik becak aja deh saya mah.
Slamet menjadi Puncak ke-2 saya setelah Ciremai. Ini masih awal bagi saya, masih banyak gunung-gunung yang ingin saya daki di pelosok negeri ini. Semoga diberi kesempatan :)
Slamet menjadi Puncak ke-2 saya setelah Ciremai. Ini masih awal bagi saya, masih banyak gunung-gunung yang ingin saya daki di pelosok negeri ini. Semoga diberi kesempatan :)
Makan dan bincang-bincang
Yang namanya teman itu bisa dapat darimana aja. Sekalipun dari sebuah website, seperti pendakian ini saya bisa ketemu dengan Bang Andi dan Mbak Nona. Bahkan kami langsung akrab kayak orang yang udah kenal lama aja,
padahal cuma beberapa hari doang. Ya itulah efek dari melakukan perjalanan
bersama, terutama naik gunung. Kita pasti mendapat suka maupun duka, dan itu
kita rasakan bersama. Hal itu yang membuat rasa persaudaraan kami erat.
Inilah kami. Bang Andi, Mbak Nona dan 'obat nyamuk'
0 comments: